haha .. about me !

haha .. about me !
gue Dinda :)

Senin, 29 November 2010

Cerpen-Pesan Terakhir Rio untuk Ify


Mario Stevano Aditya Haling, kakak kelasku, dia adalah cowok pertama yang udah bikin aku ngerasain rasanya jatuh cinta. Tapi sayang aku hanya bisa mengaguminya dari jauh, bayangkan saja aku hanyalah gadis yang kurang menonjol, tidak cantik, tidak menarik. Sedangkan Kak Rio, ia adalah sosok idaman semua gadis, ia ganteng juga menarik. Aku tak pantas bersanding dengannya, yang pantas hanyalah gadis seperti Kak Ify. Ia cantik, hatinya pun juga cantik, selain itu dia juga jago main piano, melihat Kak Ify aku jadi semakin minder.

Setiap hari aku senang banget menonton dari pinggir lapangan saat Kak Rio, Kak Alvin, Kak Gabriel, dan Kak Cakka bermain basket di lapangan, Kak Rio terlihat sangat berkilauan. Aku selalu berharap kalo aku bisa terus melihatnya bermain, tapi ternyata kenyataan berbeda…

Hari ini hujan turun, mau tak mau aku harus memakai payung, jarak rumahku dengan sekolah tak terlalu jauh, sehingga aku hanya berjalan kaki saja untuk ke sekolah. Sesampainya di sekolah, aku langsung di kagetkan dengan datangnya Acha, teman sebangkuku.

“Ke, kabar buruk!” seru Acha.

“Kabar buruk apaan? PR belum dikerjain?” Tanyaku, biasanya kalo Acha sudah bilang ada kabar buruk pasti kabar buruknya adalah PR belum dikerjain.

“Bukan, lebih buruk daripada PR yang belom dikerjain, Ke!”

“Apaan?”

“Lo pasti gak bakalan percaya, ikut gue!!” Acha langsung menarik tanganku dan membawaku ke koridor kelas.

Aku melihat semua orang berkumpul di depan MADING sekolah, apa yang mereka baca? Headline news? Gosip terbaru tentang guru di sekolah? Aku tak tahu, tapi aku memasang wajah heran karena beberapa anak ada yang…menangis?? Apa yang membuatnya menangis? Apakah saking bagusnya mading sekolah mereka sampai terharu.

“Kasian Rio…”

“Ify gimana yaa?”

Samar-samar aku mendengar nama “Rio” dan “Ify” disebut-sebut. Aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan, apa yang ada di mading sekolah ada sangkut pautnya dengan Kak Rio dan Kak Ify?? Aku mencoba masuk kedalam kerumunan murid-murid. Dengan susah payah, akhirnya aku berhasil masuk dan berada di depan mading, saat aku baca kalimat pertamanya, tubuhku kaku, tidak bisa bergerak, lidahku kelu, tidak bisa bicara, organ-organ di tubuhku seakan-akan tidak berfungsi lagi karena membaca artikel yang ditempel di mading.

“Satu orang tewas, dan satu orang kritis, akibat dihantam sebuah truk”

Begitu membaca isinya, air mataku hampir saja membasahi wajahku, aku tak menyangka ini semua terjadi.

Mario Stevano Aditya Haling (17) di temukan tewas di dalam sebuah mobil Honda Jazz biru bernomor B 2311 PR, diduga kecelakaan tersebut terjadi akibat menghantam truk besar, supir tersebut mengatakan bahwa saat itu ia mengantuk dan tak menyangka bahwa truknya sudah keluar jalur dan akhirnya menghantam mobil yang dikendarai murid kelas XI yang bersekolah di SMA Taruna Bakti tersebut, seorang lagi yaitu Alyssa Saufika Umari (17) sedang mengalami masa kritis di RS Harapan Kita. Saat ini supir truk tersebut masih dalam proses pemeriksaan.

Aku langsung keluar dari kerumunan siswa-siswi itu dan berlari menuju tangga perpustakaan, aku menangis sekencang-kencangnya disitu, kenapa harus Kak Rio yang mengalami kecelakaan naas seperti itu? Ya, aku tahu itu takdir, takdir tak bisa diubah lagi, mau tak mau aku harus menerimanya. Tapi saat ini aku merasa kasihan pada Kak Ify. Kak Ify masih kritis di rumah sakit, aku harus menjenguknya, dia adalah seniorku di klub musik.

“Ke? Lo nangis ya?”

Acha sudah berdiri di depanku, aku langsung menghapus air mataku, Acha duduk di sebelahku.

“Pasti lo sedih banget ya?” tanya Acha.

“Iya, Cha. Aku gak nyangka Kak Rio bisa pergi secepat itu,” gumamku.

“Sabar ya, Ke…semua rencana Tuhan,” kata Acha. Aku tersenyum dan berusaha untuk tegar.

“Makasih, Cha. O,iya kamu tahu kapan Kak Rio dimakamin?”

“Katanya sih sekarang udah di makamin, gue dikasih tau kakak gue, Kak Alvin,”

Kalo kupikir-pikir harusnya Acha mengatakan itu pada Kak Ify, bukan aku. Kak Ify lebih sedih, karena dia adalah pacar Kak Rio, Kak Ify lebih merasa kehilangan daripada aku, lagipula aku bukan siapa-siapa Kak Rio.

“Cha, nanti kamu mau anterin aku ke Rumah Sakit gak? Aku mau jenguk Kak Ify,” aku mengajak Acha supaya aku tidak pergi sendirian, rasanya garing aja kalo sendiri.

“Hm, boleh deh!”

***

Rumah Sakit Harapan Kita

Aku dan Acha sudah sampai di depan pintu masuk, tak lupa aku membawa buah-buahan untuk Kak Ify. Aku bertanya pada seorang resepsionis dimana kamar Kak Ify, katanya Kak Ify ada di ruang Melati lantai tiga kamar nomor 301, aku dan Acha langsung pergi kesana. Aku melihat ada Kak Sivia, sahabat Kak Ify, juga ada Kak Alvin, Kak Gabriel dan Kak Cakka sedang berada di depan kamar Kak Ify. Aku melihat Kak Sivia menangis sesenggukan, mungkin sedih melihat keadaan sahabat baiknya. Tiba-tiba Kak Sivia melihat kearah kami.

“Keke? Acha?” Semuanya ikut menoleh. Kak Sivia menghampiriku.

“Mau jenguk Ify ya?” Tanya Kak Sivia. Aku mengangguk.

“Ify belum sadar, Ke…” gumam Kak Sivia.

Aku menghela napas panjang, kasihan Kak Ify, Kak Ify belum tahu kalo Kak Rio udah meninggal. Pasti Kak Ify bakal shock banget.

“Gimana caranya kita kasih tahu Ify, Vi?” Tanya Kak Alvin.

“Aku gak tahu, Vin. Aku gak tega sama Ify, Ify sayang banget sama Rio,” gumam Kak Sivia.

“Iya, gue tahu, tapi kalo kita sembunyiin terus, Ify malah tambah shock!” kata Kak Alvin.

“Tenang, Vin. Sabar, kita pikirin jalan keluarnya,” Kak Gabriel menenangkan Kak Alvin yang mulai emosi, terang aja Kak Alvin emosi, dia gak mau bikin sahabat kecilnya itu tambah shock. Kak Alvin sama Kak Ify emang sahabatan sejak kecil, aku tahu dari Acha.

“Eung, menurut aku, lebih baik kasih tau Kak Ify secepatnya, daripada ditunda-tunda,” aku memberikan saran kepada mereka.

“Bener yang dibilang Keke,” kata Gabriel.

“Mendingan kita masuk aja yuk,” Kak Sivia mengajak kami semua untuk masuk ke kamar rawat Kak Ify.

Kak Ify masih terbaring lemah di tempat tidurnya dengan selang oksigen yang ada di hidungnya. Kami semua menunggu Kak Ify siuman, orangtua Kak Ify harus kerja dan tak bisa ditinggalkan. Samar-samar aku mendengar Kak Ify menggumam sesuatu.

“Ri…oo…”

“Rio…”

Kak Ify memanggil-manggil Kak Rio, sayangnya Kak Rio gak ada disini dan gak akan pernah kesini. Aku hanya menghela napas.

“Ify…” panggil Kak Sivia.

Tiba-tiba mata Kak Ify mulai terbuka, semua yang melihatnya ikut senang, termasuk aku.

“Ify!”

“Eng, aku dimana?” Gumam Kak Ify dengan suaranya yang lemah.

“Kamu dirumah sakit, Fy,” jawab Kak Cakka.

“Eum, Rio mana? Aku mau ketemu Rio,” kata Kak Ify. Semua saling tatap, tak bisa menjawab satu sama lain. Aku hanya memandang Kak Ify dengan perasaan iba.

“Rio mana??”

“Rio…Rio…udah meninggal, Fy,” jawab Kak Sivia lirih, aku tahu Kak Sivia memaksakan diri untuk memberitahukan tentang Kak Rio.

“Bohong!”

“Kita gak bohong, Fy!” Seru Kak Alvin.

“Kemarin aku sama Rio masih jalan-jalan bareng! Rio megang tangan aku di mobil, aku masih bisa rasain tangan Rio!!” seru Kak Ify, air mata Kak Ify sudah mulai keluar, Kak Ify tak percaya Kak Rio sudah tak ada, begitupun aku.

“Fy, udah ya…kamu harus sabar!” kata Kak Sivia.

Kak Ify menangis terus-menerus, kami semua hanya memandang Kak Ify dengan penuh kasihan, cowok yang Kak Ify sayang, tiba-tiba harus pergi meninggalkan Kak Ify, aku tahu rasanya, aku emang sakit banget begitu tahu Kak Rio meninggal, tapi rasa sakit Kak Ify lebih sakit lagi daripada aku.

“Huwaaa!! Rioo!!”

Sejak diberitahu tentang Kak Rio, Kak Ify tak pernah senyum, selalu melamun, aku sering mengantar Kak Sivia untuk menjenguk Kak Ify. Aku merasa iba melihat Kak Ify yang terus-terusan sedih seperti itu.

“Fy, ayo makaan…” gumam Kak Sivia, Kak Sivia menyodorkan sesendok bubur ke Kak Ify tapi Kak Ify tak mau membuka mulutnya. Kak Sivia hanya menghela napas.

“Aku sama Keke pulang dulu, ya…” Aku dan Kak Sivia berjalan keluar kamar.

“Kak Via, aku kasian sama Kak Ify,” kataku.

“Ya, aku juga…besok kamu mau ikut lagi?”

Aku mengangguk.

“Yaudah pulang yuk,”

***

Jam pelajaran terakhir di Hari Rabu adalah jam terakhir yang paling aku benci, I’ts time to study physics, Oh My God!! Gurunya kayak gitu, pelajarannya kayak gitu! Oh, Pak Presiden bisa gak pelajaran fisika dihapuskan? Aku sudah tidak bisa diam di tempat dudukku, sedangkan Acha, Acha masih anteng merhatiin pelajaran fisika, dasar anak pinter. Pelajaran apa aja di babat abis.

“Cha…” aku manggil Acha.

“Apaan sih? Diem, gue lagi merhatiin pelajaran!”

Tuh, kan, begitu tuh kelakuan anak pinter kalo lagi ada pelajaran, ngeganggu dia sama aja nyari mati. Oke aku terlalu lebay, lupakan. Tempat dudukku berada dipinggir disamping jendela, biasanya kalo lagi istirahat aku selalu memperhatikan Kak Rio dari jendela yang ada disampingku ini, bermain basket dengan lincah. Tapi…sekarang aku sudah tak bisa melihatnya lagi, sekarang tidak ada Kak Rio lagi yang bermain basket setiap jam istirahat dan pulang sekolah. Aku menghela napas panjang, jika aku mengingat masa-masa dimana aku selalu melihatnya, membuatku semakin sedih. Dan saat ini, entah kenapa pandanganku tertuju pada jendela melihat kearah lapangan. Ke, buat apa kamu terus melihat kearah lapangan, Kak Rio sudah tidak ada. Dibenakku terpikir seperti itu, tapi tiba-tiba aku melihat seseorang yang familiar berdiri di tengah lapangan dengan wajah penuh kehampaan. Aku tak percaya dengan apa yang kulihat, aku mengucek-ucek mataku, dan dia sudah tidak ada. Pasti aku sedang berkhayal, aku berpikir Kak Rio ada ditengah lapangan, itu tidak mungkin. Kak Rio udah gak ada. Aku menepuk kedua pipiku dua kali dan berkonsentrasi memperhatikan pelajaran keramat itu.

***

“Kak Sivia! Aku pulang duluan ya!” aku pamit ke Kak Sivia, kebetulan Kak Sivia juga ikut klub musik, jadi aku sudah mengenal Kak Sivia dan Kak Ify sejak lama.

“Hati-hati ya, Ke!”

Aku berjalan melewati sebuah lorong kelas yang sepi, pantas saja sepi, hari mulai malam, mendekati jam 6 sore. Suasana sekolah semakin seram saja, kok Kak Sivia berani ya? Yaah, biarkan saja. Saat aku melewati lapangan, aku mendengar suara bola basket yang didribble, ha? Siapa yang main basket jam 6 gini? Setahuku, anak basket udah selesai latihan sejak jam 5. Aku berjalan mendekati lapangan, aku melihat sesosok laki-laki sedang memasukkan mendribble bola basket. Kudekati perlahan-lahan, dan begitu melihatnya rasanya aku ingin pingsan, bener-bener tak percaya.

“K…Kak…Ri…Rio??” Gumamku dengan terbata-bata.

Sosok laki-laki yang kulihat seperti “Kak Rio” itu menoleh padaku, dia menatapku juga dengan wajah tidak percaya.

“Lo bisa liat gue?”

“Gawat, pasti aku mimpi!!” Aku mencubit pipiku dengan keras. Aww…sakit, yang aku lihat bener-bener arwahnya Kak Rio.

“Kak Rio? Beneran Kak Rio?”

“Iya, gue Rio,” katanya.

Rasanya aku ingin menangis saja, aku bisa melihatnya dari dekat meskipun yang aku lihat itu adalah arwahnya.

“Kenapa Kak Rio bisa disini?” aku bertanya-tanya, setahuku harusnya orang sudah meninggal udah pergi ke alam baka kan? Tapi kenapa Kak Rio nggak? Makin bingung aku.

“Gue juga gak tau, harusnya gue udah masuk alam baka, tapi entah kenapa kayaknya ada yang ngeganjel di pikiran gue, jadi gue belom bisa pergi dengan tenang,” gumam Kak Rio.

“Apa karena Kak Ify??”

“Mungkin, harusnya dua hari lagi itu adalah ulangtahunnya Ify, tapi kenapa gue malah meninggal duluan sebelum Ify ulang tahun, gue gak bisa bikin Ify bahagia!” keluh Kak Rio.

Aku sudah menduganya, yang mengganjel di pikirannya hanyalah Kak Ify, Kak Rio masih belum rela meninggalkan Kak Ify.

“Gue mau nanya sama lo, kok lo bisa ngeliat gue? Lo punya indera keenam?” Tanya Kak Rio.

Aku diem, iya juga ya, kok aku bisa liat Kak Rio, aku kan gak bakat supranatural seperti itu, terus kenapa aku tidak takut melihat arwah Kak Rio ya? Mungkin karena aku suka padanya…

“Aku gak punya, tapi aku bingung kenapa aku bisa liat Kakak,”

“Hm…o iya nama lo siapa?” Tanya Kak Rio.

“Aku Keke,”

“Ooh, Ke, mau bantuin gue gak?”

“He? Bantu apaan?”

“Gue mau lo bantu gue supaya gue bisa berkomunikasi sama Ify, kalo gue bisa berkomunikasi sama Ify siapa tahu gue bisa pergi dengan tenang, plis mau kan?” Kak Rio memohon-mohon padaku. Aku bingung mau bantu ato nggak.

“Ng…yaudah deh aku bantu,”

“Thanks Ke!!”

“Aku pulang dulu ya, eh Kakak tidur dimana? Tinggal di sekolah?” Tanyaku.

“Ih, ogah!! Gue takut sama hantu!”

“Gak nyadar kalo Kakak juga hantu??”

“Ehehe…iya juga sih, tapi tetep aja gue takut, gue ikut lo aja ya!”

“Heuh yaudah deh!”


***

Aku masih berada di alam mimpiku, memimpikan Kak Rio, apa segitu besarnya perasaanku pada Kak Rio sehingga Kak Rio bisa masuk kedalam mimpiku? Dunno…tiba-tiba semua khayalanku hilang, dan menjadi gelap.

“Kekee!! Banguuun!!”

Aku langsung terbangun mendengar suara yang kurang familiar membangunkanku dengan teriakkan.

“KYAAA!!!” Aku teriak dan bersembunyi dibalik selimut.

“Kenapa lo? Takut ya sama gue?” Tanya Kak Rio.

Ternyata yang membangunkanku adalah Kak Rio, tepatnya arwah Kak Rio. Dia tinggal dirumahku karena katanya dia takut sama hantu (??). Hei, dia itu juga hantu. Jujur aku takut sama hantu, tapi kenapa aku malah tidak takut melihat Kak Rio yang kenyataannya sudah meninggal, pengaruh dari perasaan gue mungkin.

“Kak Rio, ngapain di kamar akuu??”

“Lho? Ini udah jam 6 lewat 15 cantiik,” kata Kak Rio.

Aku melihat ke jam weker ku, mataku langsung melotot, aku langsung kabur ke kamar mandi dan menutup pintu kamar mandi, tapi kemudian aku membuka pintunya lagi dan menyipitkan mata pada Kak Rio.

“Kenapa?”

“Jangan ngintip aku!” aku mengancam Kak Rio. Bisa saja kan dia mengintipku mandi? Udah jadi hantu bisa nimbus kemana-mana, bisa saja mencari kesempatan.

“Yeee…siapa juga yang mau ngintipin!” keluh Kak Rio.

Aku menutup pintu kamar mandi, diam-diam aku senyum sendiri, baru kali ini aku bisa mengobrol dengan Kak Rio, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan selama ini. Setelah itu aku bersiap-siap ke sekolah.

***

Aku dan (arwah) Kak Rio, pergi ke Rumah Sakit untuk melihat keadaan Kak Ify, tak lupa aku membawa sebuket bunga mawar merah, siapa tahu Kak Ify baikkan begitu melihat bungan yang kubawa ini.

“Kak Rio, siap lihat keadaan Kak Ify sekarang?”

“Hm…siap,”

Aku dan (arwah) Kak Rio masuk kedalam kamar rawat Kak Ify. Aku melihat Kak Ify sedang duduk termenung di samping jendela kamar, sambil menatap langit. Wajahnya masih memancarkan rasa kesedihan, tampangnya pun sedikit berantakan.

“Ify…maaf,” gumam Kak Rio.

Aku mendekati Kak Ify secara perlahan sedangkan Kak Rio, dia berada di depan pintu tak tega melihat Kak Ify, yang mungkin bisa dibilang sedikit depresi.

“Kak Ify??” aku memanggilnya. Kak Ify menoleh kebelakang.

“Ng…Keke…”

“Kak Ify gak papa?”

“Aku gak papa, kok, aku lagi kepikiran Rio,” gumamnya. Matanya mulai berair tak sanggup menahan kesedihannya.

“Aku kangen Rio, Ke!”

Aku memeluk Kak Ify, Kak Ify terlihat lemah sekali, yang aku tahu Kak Ify adalah gadis yang bersikap dewasa dan tak mau memperlihatkan kelemahannya, dan sekarang aku melihat kelemahannya, Kak Ify menangis karena Kak Rio.

“Kak Ify jangan nangis lagi ya…” aku menenangkan Kak Ify. Aku melihat Kak Rio mendekati kami secara perlahan, ia mencoba untuk menyentuh pipi Kak Ify, tapi tak bisa, ia merasa sangat kecewa.

“Kak Ify, udah ya…Kak Ify jangan nangis, Kak Rio gak mau kan ngeliat Kak Ify sedih kayak gini, besok kan Kak Ify ulangtahun,”

Kak Ify menghapus air matanya, dan mencoba tersenyum, tapi yang kulihat hanyalah senyum paksaan.

“Ini mawar merah untuk Kakak!” aku menyodorkan sebuket bunga mawar untuk Kak Ify, Kak Ify menerimanya dengan senang hati.

“Makasih, Ke.”

“Besok Kakak ulang tahun, aku ingin ajak Kakak ke suatu tempat, Kakak mau kan? Anggap aja kejutan dari aku,”

“Aku mau kok, besok kan sekalian aku pulang dari sini,”

“Aku pulang dulu ya,”

Aku dan Kak Rio pulang meninggalkan Kak Ify.

***

Malam ini aku dan Kak Rio duduk di beranda kamarku, sambil memandang indahnya langit di malam hari.

“Ke, jujur gue sedih banget ngeliat keadaan Ify kayak gitu, gue gak sanggup ninggalin dia,” gumam Kak Rio.

“Tapi mau gimana lagi, Kak…Kakak sama Kak Ify itu udah beda dunia, udah takdir Kakak kayak gini, besok waktunya Kakak untuk memberi selamat pada Kak Ify, dan setelah itu, Kakak…pergi dengan tenang,” jujur lidahku terasa berat begitu mengatakan ‘pergi dengan tenang’. Aku gak mau Kak Rio pergi, seandainya waktu bisa berhenti, aku bisa bersama Kak Rio hari ini lebih lama. Tiba-tiba air mataku jatuh begitu saja.

“Lo kenapa?” Tanya Kak Rio.

“Aku gak mau Kak Rio pergi…” gumamku dengan nada lirih. Kak Rio terus menatapku.

“Aku suka Kak Rio sejak aku ngeliat Kak Rio main basket di lapangan, aku senang melihat sosok Kakak yang menawan saat di lapangan, jujur aku sedikit cemburu pas aku tahu Kak Rio pacaran dengan Kak Ify seniorku sendiri, tapi mau gak mau aku harus mengalah, kan? Kakak tahu, aku shock banget baca berita bahwa Kakak meninggal, aku belum sempet nyatain perasaan aku ke Kakak, dan begitu aku tahu aku bisa ketemu Kakak lagi meskipun dalam dunia berbeda, aku ingin nyatain perasaanku, supaya aku tak menyesal di kemudian hari,” tuturku. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku bener-bener gak rela Kak Rio pergi. Aku bisa bersamanya hanya dua hari.

Kak Rio mencoba untuk menyentuh rambutku, tapi tak bisa, dia hanya menatapku.

“Maafin gue, Ke. Gue emang sayang sama lo, tapi hanya sebagai adik sendiri, perasaan gue yang sesungguhnya hanya untuk Ify, maafin gue,” kata Kak Rio.

Aku mengusap air mataku dan mencoba tersenyum, seperti yang Kak Ify lakukan.

“Gak papa kok, aku udah rela, besok Kakak harus berjuang, aku cuma bisa bantu itu aja, mudah-mudahan Kak Ify bisa liat Kakak!” aku menyemangati Kak Rio. Kak Rio tersenyum padaku, senyuman yang aku rindukan.

“Thanks Ke,”

***

“Ke, kamu mau bawa aku kemana?” Tanya Kak Ify. Aku hanya garuk-garuk kepala.

“Pokoknya ke tempat yang paling istimewa bagi Kakak, tempat yang paling Kakak rindu banget,”

Supirku berhenti di suatu tempat, aku dan Kak Ify keluar dari mobil, kulihat Kak Ify terkejut bukan main. Ya, aku membawanya ke tempat kenangan Kak Rio dan Kak Ify, sebuah taman kecil yang sangat cantik. Itu adalah tempat dimana Kak Rio menyatakan perasaannya pada Kak Ify.

-Flashback-

“Rio berenti disini aja!!” kata Ify.

Rio menghentikan motornya di depan taman kecil yang cantik, Ify dan Rio duduk di bangku taman.

“Yo, pemandangannya asik banget ya!”

“Iya, lo bener! Kita bisa liat matahari terbenam!” kata Rio.

Ify tersenyum, Rio terpana melihat senyuman manis Ify. Ify melihat Rio yang terus menatapnya tanpa berkedip, pipinya langsung merah merona.

“Rio, kamu kenapa liatin aku terus??”

“Kamu cantik, Fy…”

“Makasih..”

Tiba-tiba Rio mengenggam tangan Ify dengan lembut, jantung Ify berdetak kencang.

“Fy, aku sayang banget sama kamu, kamu mau jadi pacar aku?” Tanya Rio.

Ify mengangguk dan tersenyum, senyuman Riopun ikut merekah. Rio langsung memeluk Ify dengan lembut dan mengusap-usap rambut ikalnya.


-flashback end-


Kak Ify menghampiri bangku taman tempat Kak Rio menyatakan cintanya pada Kak Ify, aku melihat Kak Ify duduk disitu dan menatap kearah langit. Aku duduk disampingnya.

“Ini bangku kenangan aku dengan Rio,” gumam Kak Ify dengan suara parau.

“Ng maaf ya, Ke. Aku nangis lagi, aku masih sedih kalo inget Rio,” Kak Ify menghapus air matanya.

“Kak Ify, aku boleh minta Kakak buat pejamin mata?” tanyaku. Pertanyaan paling bodoh yang pernah aku lontarkan.

“Ng? Buat apa?”

“Aku ingin nunjukkin sesuatu,”

“Baiklah,” Kak Ify sudah memejamkan matanya. Aku menghela napas panjang, mudah-mudahan caraku berhasil.

“Aku ingin Kakak terus menyebut nama Kak Rio dengan suara kecil,”

“Tapi buat apa, Ke?”

“Nanti Kakak juga tahu, jangan lupa Kakak juga harus membayangkan wajah Kak Rio,”

“Rio…Rio…Rio…”

Kak Ify mulai menyebutkan nama Kak Rio, aku pergi menuju pohon besar yang ada di depan bangku taman.

“Kak Rio, semoga berhasil!” aku menyunggingkan senyuman.

“Thanks!”

***

“Rio…Rio…Rio…”

Rio sudah duduk di depan Ify yang sedang menyebut namanya terus menerus.

“Fy…”

Ify terdiam begitu mendengar suara yang familiar, tapi kemudian Ify melanjutkannya lagi.

“Fy…aku disini, buka mata kamu aku ada di depan kamu…”

Ify membuka matanya secara perlahan, dan melihat sesosok laki-laki yang sangat ia rindukan dan sangat ia sayang, air mata mulai membasahi wajahnya, Ify melihat Rio berada di depannya dengan senyum menawannya.

“Rio…kok, kamu disini..bukannya kamu…kamu…udah…”

“Mati, kan? Aku memang udah mati, tapi entah kenapa ada yang ngeganjel di pikiran aku makanya aku gak bisa pergi dengan tenang, dan ternyata itu adalah kamu, kamu yang bikin aku gak rela ninggalin dunia ini, Fy…” gumam Rio.

Ify menangis.

“Rio, aku juga gak mau kamu pergi ninggalin aku,” gumam Ify.

“Aku tahu tapi ini udah jalannya, ini semua kehendak Tuhan, ternyata aku harus dipanggil secepat ini, maaf ya, aku gak bisa jagain kamu lagi,” kata Rio.

“Rio…”

“Happy birthday ya, Fy...selain alasan tadi mungkin aku belum bisa pergi dengan tenang karena aku belum ngerayain ultah kamu,” Rio tersenyum.

“Ini hadiah buat kamu, hadiah ini udah aku siapin saat aku sama kamu jalan-jalan yang terakhir itu, aku sengaja ninggalin kamu soalnya aku mau beli hadiah ini,”

Ify membuka kotak kecil berpita biru itu, sebuah liontin bentuk hati ada didalamnya, di liontin tersebut terukir nama mereka berdua, RIO-IFY.

“Pesanku yang terakhir buat kamu, kamu harus pakai liontin itu, supaya kamu bisa terus inget aku, kamu jangan nangis lagi, aku gak mau liat kamu nangis, kamu labih cantik kalo tersenyum, I like your smile,”

Ify pun tersenyum.

“Iya, makasih ya, Yo, aku akan selalu inget kamu,”

“Yap, udah saatnya gue pergi, dengan ini gue bisa pergi dengan tenang,” kata Rio.

Rio menngecup kening Ify. Mungkin bagi Rio itu hal yang sia-sia, tapi ternyata Ify bisa merasakan kecupan lembut Rio di keningnya.

“Makasih buat selama ini, aku sayang sama kamu, Fy…”

Sosok Rio yang ada di depannya sedikit demi sedikit menghilang.

“Aku juga sayang sama kamu, Yo…”


***

Aku mengintip dari balik pohon, aku melihat ketulusan cinta mereka, baru kali ini aku melihat sebuah cinta sejati ada di hadapanku, cinta sejati Kak Ify dan Kak Rio, cinta yang terpisahkan oleh ruang dan waktu, cinta yang terpisahkan oleh dua dunia yang berbeda, tapi cinta mereka tetaplah nyata. Ingin sekali aku mempunyai cinta sejati seperti itu. Rasanya aku ingin menangis melihat mereka.

“Keke…”

Aku menoleh kebelakang, Kak Rio berada di belakangku.

“Makasih ya buat dua hari ini, gara-gara lo gue bisa bicara sama Ify untuk terakhir kalinya setidaknya beban pikiran gue udah hilang dan gue bisa pergi dengan tenang,” gumam Kak Rio. Aku hanya tersenyum.

“Ke, gue harap lo bisa menemukan cinta sejati lo, gue selalu merhatiin lo sama Ify dari atas, gue pergi dulu ya…”

“Makasih atas doanya, Kak, aku selalu ngedoain Kakak, aku sayang Kak Rio…”

“Gue juga sayang lo, Ke…”

Sosok Kak Rio menghilang dari hadapanku, ya…aku sudah tak bisa melihat Kak Rio lagi, tapi Kak Rio selalu ada di dalam hatiku dan kujadikan sebagai kenangan yang paling berkesan. Aku bersyukur bisa menyukai Kak Rio walaupun aku harus merasakan sakit hati. Aku tak pernah menyesalinya. Tak akan pernah menyesalinya…

***

thanks yang udah mau nyempetin baca :)

Rabu, 24 November 2010

Cerpen-7 HARI BERSAMA DEVA


      13 tahun yana lalu aku dilahirkan, diantara sebuah keluarga yang harmonis dan hangat. Tapi sepertinya kelahiranku dianggap membawa bencana. Ayahku meninggal pada saat aku dilahirkan, tepatnya pada 31-Desember 1997 pada pukul 22.02. Ayahku meninggal sebab, ketika beliau mengalami kecelakaan mobil pada saat ingin menemani ibuku melahirkanku. Sampai sekarang pun aku belum pernah melihat wajah ayah.
          Kesedihanku bertambah ketika ibuku menyusul ayahku ke surga pada saat aku berumur 2 tahun. Ibuku meninggal mungkin juga karenaku, Ketika itu rumah yang di bangun susah payah oleh kedua orangtuaku terbakar habis dilalap api. Saat itu aku berada didalam rumah dan ibuku berusaha menyelamatkanku. Aku mungkin selamat tetapi ibuku tertimpa runtuhan atap dan tidak dapat tertolong lagi. Setiap aku memikirkan kejadian itu semua, aku selalu ingin menangis. Aku selalu bertanya kepada Tuhan “mengapa aku dilahirkan, kalau aku hanya membawa bencana?” dan kadang kali aku juga berharap aku ingin menyusul ayah dan ibuku di surga dan menjalani hidup bahagia sebagai keluarga yang utuh.
          Setelah kejadian itu aku dirawat dan dibesarkan oleh bibiku. Bibiku memang bukan orang yang termasuk orang yang lembut dan ramah. Tapi aku sudah terbiasa sebab 13 tahun aku bersamanya.
Kini aku duduk di bangku kelas 8 atau smp kelas 2. Tetapi kehidupanku tidaklah seperti anak yang lainnya. Sejak berumur 6 tahun aku telah diajarkan bibi untuk bekerja. Bibiku mendidikku dengan keras. Bibiku telah menerapkan”Tidak boleh makan sebelum pekerjaan selesai”. Jadi akulah yang mengerjakan semua pekerjaan rumah. Aku tau, aku hanyalah sebagai benalu yang menumpang hidup pada bibi.
Tetapi rasanya aku ingin kabur dari rumah bibi. Badanku serasa ingin remuk. Setiap hari aku harus berjualan susu keliling dan Koran di pagi hari, sepulang sekolah aku harus mengurusi sapi dan sawah bibi, lalu aku harus menyiapkan makan malam disore hari, hingga malam hari aku harus mencuci baju, mencuci piring, mennyapu, mengepel lantai dan pekerjaan yang lainnya. Sampai-sampai jam 11 malam baru selesai dan dari jam 11 malam aku harus belajar dan mengerjakaan tugas. Kadang-kadang aku hanya makan sekali dalam sehari. Itu juga kalau ada sisa makanan, kalau tidak ada .. ya tidak makan. Tapi aku selalu menyisihkan uang jajan untuk makan pada jam  istirahat sekolah.
Sering aku mendapat pukulan dari bibi sebab aku telat pulang sekolah atau aku belum selesai mengerjakan pekerjaan. Bibi juga sering memukul atau menempeleng kepalaku apabila bibi sedang ada masalah dengan suaminya. Bibi selalu melampiaskan kemarahannya pada ku. Tetapi aku bisa buat apa.
Skip>>>>>>
Dua bulan lagi aku berulang tahun. Tapi tetap saja seperti biasanya, mau 3 hari sebelum ulang tahun atau pada saat ulang tahun pun, tidak ada yang spesial. Belum pernah aku mendapatkan hadiah ulang tahun. Jangankan kado ulang tahun, bibi saja tidak pernah tau aku ulang tahun.
Skip>>>>>>
Dihari minggu itu kejadian yang tidak pernah kulupakan terjadi. Waktu itu, aku ditugaskan bibi untuk menjaga Doni yang berumur 4 tahun sedang berenang di kolam belakang rumah, tetapi pada waktu bersamaan adik Doni yang bernama Tiara yang berumur 3 tahun memintaku untuk membuatkannya susu. Doni yang waktu itu belum bisa berenang dan masih terlalu kecil untuk berenang sendirian, aku tinggalkan sendiri. Dan saat aku kembali ke kolam renang, Doni sudah berada di pelukaan bibi dengan muka sangat pucat. Aku sangat takut dengan apa yang terjadi selanjutnya. Benar apa kata firasatku. Bibi lalu menenggelamkan kepalaku ke kolam. Lalu kepalaku dihempaskan dipinggiran kolam renang dengan keras hingga aku mengalami pendarahan sangat hebat dikepalaku. Sudah 2 hari aku tidak sadarkan diri.  Selama itu aku bermimpi datang seekor kuda putih menghampiriku dan membawaku ketempat yang sangat indah. Tempat itu seperti aku berada di surga. Lalu terdengar bisikan nyanyian seorang ibu dengan lembut dan penuh kasih sayang.Lagu itu mengingatkanku dengan ibuku. Hanya lagu itu lah yang aku ingat dari ibuku. Ibuku selalu menyanyikannya untukku sebelum tidur. Dan saat aku ingin membuka kedua mataku dengan harapan ibu ada didepanku dengan mengusap lembut rambutku. Tetapi saat aku telah membuka mata…. Hanya ada tumpukan kardus dan sehelai kain yang ada dihadapan ku. “Huh…..ada di kamar, bukan di surga.” Dengan sebab apa aku tiba-tiba menangis. Aku merasa ingin mati saja. Aku tidak tahan lagidengan cobaan ini. Setelah aku puas menangis, Lalu aku berjalan menuju kamar bibi dengan maksud ingin minta maaf. Aku akan merasa sangat bersalah pada bibi.  Tapi setelah ku lihat, dikamar bibi tidak ada satu orang pun.

Skip>>>>>>
  
Sebulan setelah kejadian itu temanku mengusulkan aku harus periksa ke dokter, sebab sering aku mengeluarkan darah (mimisan). Dan sering juga aku pingsan dan muka ku pucat. “Mungkin itu aku hanya kecapean” Fikirku. Tapi lama-kelamaan aku mulai merasa di badanku ada yang salah. Aku merasa mulai merasakan dampak dari pukulan bibi. Dengan matang aku memikirkannya. Aku putuskan apa pun yang dikatakan dokter nanti aku akan menerimanya.
Setelah pulang sekolah, aku menyempatkan untuk periksa ke dokter. Dengan rasa takut aku masuk ke ruangan dokter.
“Selamat siang dok” Sapaku.
“Siang. Silahkan duduk. Ada keluhan apa dik?” Jawab dokter
“Saya selalu merasa pusing dan sering mimisan” Jawabku.
“Apa kamu selalu kecapean atau selalu mengerjakan pekerjaan yang berat?” Tanya dokter.
“Oh.. itu sudah biasa dok” Jawabku.
“Badan mu penuh dengan memar-memar dan luka. Apakah kau sering mendapatkan pukulan?” Tanya dokter lagi.
“Itu hanya hukuman saja” Jawabku.
“Saya khawatir. Apa kah saya bisa bertemu dangan kedua orangtua mu?” Tanya dokter.
“Maaf dok. Dari kecil memang saya sudah ditinggalkan kedua orangtua saya.” Jawabku.
“Oh… Maaf. Apakah adik bisa tes darah besok?”Tanya dokter.
“Memang saya sakit apa? Sampai harus tes darah segala.” Jawabku takut.
“Saya juga belum tahu pasti. Jadi apakah adik bisa menjalani tes darah besok?” Tanya dokter.
“Ya”. Jawabku  Khawatir.

          Malamnya aku tidak bisa tidur. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padaku. Tetapi saat ku mulai memejamkan mata ,,, terdengar suara bisikan  nyanyian ibu itu lagi. Nyanyian itu membuat tenang hatiku. Lama-lama mataku meneteskan air mata. Aku teringat ibuku menyanyikan lagu itu untukku apabila aku merasa takut atau pun gelisah. Tetapi aku selalu tenang setelah ibuku menyanyikan lagu itu.
Kata mereka diriku slalu dimanja…. Kata mereka diriku slalu ditimang….…. Oh.. bunda ada dan tiada dirimu kan selalu ada di  dalam hatiku.”

          Di pagi hari aku bangun, dengan segar dan semangat. Tetapi tidak dengan badan ku. Sudah langganan setiap pagi aku selalu mimisan dan merasa sangat pusing. Tapi itu tidak menghalangi ku tuk berangkat sekolah. Aku teringat perkataan dokter. Aku harus datang tepat waktu.
          Setelah pulang sekolah, aku langsung menuju rumah sakit. Dengan terburu-buru aku sampai di ruangan tes darah. Dokter juga sudah menunggu. Setelah di tes darah, aku segera pulang dan mengerjakan pekerjaanku seperti biasa. Dan pukul 11 siang aku harus mengambil tes darah di keesokan harinya.
          Skip>>>>>>
          Sekarang pukul 11.05 aku telat 5 menit. Dengan berlari aku hampir menabrak seorang pemuda yang sedang duduk dikursi rodanya. Dengan tanpa minta maaf aku langsung pergi ke ruangan dokter. Setelah sampai di ruangan dokter, aku melihat dokter dengan raut wajah yang murung ” Ada apa ini? Kenapa aku merasa sangat takut?” dalam hatiku.
“Hasilnya apa dok? Saya tidak apa-apa kan?” Tanya ku cemas.
“Sebaiknya kau jangan kecapean dan hindari pukulan-pukulan itu lagi” jawab dokter murung.
“Apa? Ada apa?”
“Jauhi juga luka-luka. Maupun sekecil apapun”
“Maaf dok”. Dengan paksa aku ambil amplop di tangan dokter. Setelah aku buka.
Aku tidak bisa berkata lagi. Aku hanya diam.
“Aku gak percaya. Ini pasti salah. Atau juga bisa ketuker. Ya kan dok?” Dengan setetes air mataku jatuh.
“Kau harus minum obat ini 3 kali dalam sehari. Dan jangan lupa minum obat pereda sakit dan kau juga harus menjalani cuci darah dengan rutin ” . Kata dokter.
“Barapa lama aku akan bertahan?” tanyaku tak percaya.
“Ini sudah stadium akhir. Jadi kau harus menuruti apa kataku. Kau hanya bisa bertahan 7 hari lagi. Kau tau, anakku juga sepertimu. Dia mengalami penyakit yang sama sepertimu. Aku tidak ingin kejadian itu terulang lagi.” Bentak dokter.
Tanpa peduli apa yang dikatakan dokter, aku pun keluar dengan rasa sedih bercampur takut.Aku hanya terdiam dan menangis. “Apa yang harus aku lakukan?”
Lalu dari jauh seseorang berkursi roda yang tadi aku tabrak datang menghampiriku.
“Deva. Namaku Deva. Kau siapa?” kata laki-laki itu.
Aku hanya diam dan meninggalkan orang itu. Tiba-tiba dengan cepat laki-laki itu memegang tangan ku.
“Cepat dorong kursi rodaku. Dan ikuti kataku. Aku akan membawa mu ketempat yang akan membuatmu lebih baik.”
Dengan rasa terpaksa aku mengikuti semua perkatannya sebagai rasa minta maaf.
“Kau akan membawa ku kemana?” kataku.
“Lihat saja nanti. Kau pasti suka.” Kata Deva.
          Setelah 5 menit menaiki lif.
“Nah….. sampai juga.” Kata Deva.
“Ini kan atap rumah sakit”. Tanyaku heran.
“Disini kau bisa melepaskan semua beban yang sedang kau hadapi.” Jawab Deva.
“Caranya?” Tanyaku.
“Ikuti aku ya…. Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…..                              kau harus teriak sekenceng-kencengnya. Ayo coba”. Jawab Deva.
“Benarkah?                                                                           Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa……. ” Teriakku.
“enak kan?” Tanya Deva.
“Hmmmm.. ya. Sedikit membantu”.
          Dari Deva aku belajar sedikit kalau berteriak akan sedikit membantu. Kita sama-sama diam sejenak. Tapi Deva mulai berbicara.
“Aku mengalami kecelakaan mobil pada aku berumur 8 tahun. Setelah mengalami peristiwa itu aku cacat (tidak bisa berjalan lagi), ayah dan ibuku sepertinya tidak ingin melihat anak cacat seperti ku. Lalu setelah beberapa tahun kemudian aku dikabarkan mengalami penyakit liver. Sejak saat itu , orang tuaku meninggalkan ku dirumah sakit ini . Mungkin orangtuaku malu mempunyai anak seperti ku. Sudah cacat, penyakitan pula.Jadi aku sudah di rumah sakit ini sekitar 5 tahun tanpa ada seorang pun yang melihat keadaan ku dan itu membuatku merasa kesepian. Tapi aku selalu kesini setiap aku memikirkan hal itu. Aku jadi lupa segalanya. Aku lupa dengan ayah dan ibuku. Dan itu membuatku tenang.”
          Lalu Aku berfikir “Jadi ada juga yang senasip dengan ku. Malahan dia lebih tersiksa dari pada aku”.
“Namaku Sila. Mulai sekarang aku akan menjadi temanmu. Jadi kau tidak akan kesepian lagi.” Jawabku.
“okei…. Sila kau ku terima sebagai temanku tanpa melalui tes dan mengisi formulir…..” Jawab Deva.
          Kita tertawa bersama. Deva…… Deva yang ku kenal orang sangat periang. Aku akan pergi dengan tenang kalau ada Deva. Aku tidak takut lagi dengan penyakit Kanker darah ini. Selama ada  Deva aku akan membuat 7 hari ku ini akan sangat berarti.
*Hari pertama bersama Deva
Keesokannya di pagi hari“Aku tidak akan memakan obat ini. Buat apa aku minum obat kalau penyakit ku sudah stadium akhir. Nantinya juga aku pasti mati.” Dengan rasa lemas aku tinggalkan obat itu. Tapi aku merasa sangat lemas. Dan seperti biasa darah keluar dari hidungku. “Masa bodo lah. yang penting aku masih bisa bertahan”.
Setelah pulang sekolah aku mampir ke rumah sakit untuk menjenguk Deva. Karena aku sudah janji akan menjenguknya setiap hari. Ku ketuk pintu kamar Deva. Setelah pintu terbuka, aku melihat Deva senyum-senyum sendiri sambil memandangi sepasang gantungan kunci berbentuk sepatu kecil.
          “whoa .. Sila udah dateng. Cepet sini” Kata Deva terlihat sangat semangat.
          “Ada apa? Kelihatannya senang sekali?” Tanya ku.
           “Ini satu untuk mu. Gantungan sepatu ini untuk mu…… Kau yang sebelah kiri   dan aku yang sebelah kanan……  Kau tau artinya apa?” Tanya Deva.
           “Apa?”
           “Kita akan saling melengkapi…”Jawab Deva
           “Hah ? maksudnya?” Tanya ku lagi.
           “Kau bayangkan saja. Kalo sepatu yang sebelah kiri tidak ada, sepatu itu tidak akan berarti. Begitu sebaliknya, kalo sebelah kanan tidak ada, sepatu juga tidak akan ada gunanya. Tapi kalau ada kanan dan kiri, sepatu itu akan berguna. Ngerti gak?”
           “Aku tahu. Berarti sama saja kau akan bergantung pada ku. Dan aku juga sebaliknya akan bergantung pada mu. Kanan dan kiri saling melengkapi. Ya kan?”.
           “Yap……….. Ku beri kau gantungan sepatu karena aku sangat ingin sekali memakai sepatu. Tapi aku tau impian itu tidak akan pernah terjadi. Karena selamanya aku akan duduk di kursi roda.” Sambil sedikit tersenyum.
                               Aku hanya diam dan befikir”Laki-laki ini menderita tetapi tetap saja masih bisa tersenyum.”
           “Sudah hampir magrib, aku pulang dulu. Besok aku akan kesini lagi. Tunggu aku orang aneh”. Kataku sedikit meledek.
                              Sebelum sampai rumah, aku menyempatkan untuk mampir ke toko sepatu.
           “Ini berapa harganya?”Tanya ku .
           “125rb saja.”jawab si penjual.
                              Haduh uang tabungan ku hanya 100rb. Kalo segitu harganya, mana cukup.
`         “100rb saja ya mba. Saya Cuma punya segitu.”
           “Ya sudahlah tidak apa-apa… saya sudah mau tutup”.
           “Wah .. terimakasih banyak ya mba”.
           “Ya… sama-sama”.
                               Deva pasti senang dengan hadiah ku ini. Meski uang tabungan ku habis, tapi nanti akan ada balasan yang lebih dari uang tabungan ku itu. Melihat Deva tersenyum saja aku sudah senang.

           *Hari kedua bersama Deva
                               Pagi harinya aku bungun. Aku tidak bisa merasakan badanku . Badan ku seperti mati rasa. “Mengapa begini?”. Sekujur tubuhku seperti di bungkus kain dengan erat. Ku lihat di bagian tangan dan kaki ku, terlihat sangat jelas memar-memar seperti bengkak. Aku merasakan pusing yang sangat hebat. “Apakah aku sudah separah ini? Aku masih ingin bersama Deva. Dan 5 hari lagi aku akan berulang tahun. Di saat yang bersamaan dengan ulang tahun ku, aku juga akan mengakhiri hidup ku. Aku hanya ingin satu hal di hari ulang tahun ku nanti. Aku ingin Deva ada disaat aku mengakhiri semua penderitaan ini.”
                               5 jam berlalu. Aku tidak sadar bahwa sekarang sudah jam 1 siang. Aku sudah janji pada Deva bahwa aku akan datang. Perlahan-lahan ku gerakan tubuhku. Meski terasa sangat pusing tetapi aku selalu bersemangat apabila ingin menemui Deva.
                               30 menit kemudian aku sampai di depan ruangan Deva di rawat dengan membawa sepatu yang telah ku bungkus kertas kado. Aku sudah tidak sabar melihat ekspresi Deva setelah ku kasih kado ini. Setelah ku buka pintu kamar itu…………………..Dengan spontan aku kaget melihat Deva yang tergeletak pingsan dilantai dalam posisi duduk. Cepat-cepat aku menghampirinya. Aku sangat cemas melihat Deva. Mukanya kuning pucat, badannya terasa sangat dingin. Aku sangat khawatir, lalu aku berdiri dan ingin memanggil dokter. Tetapi aku kaget saat Deva yang ku kira pingsan ternyata dia memegang tangan ku.”jangan pergi…. Bukan dokter tapi Cuma Sila yang aku butuhkan.”kata Deva pelan.
                               Dengan sigap aku membopong Deva bangun ke  kursi rodanya.
“Kau kenapa? Apa kau baik-baik saja? Aku sangat khawatir. Mengapa sampai bisa dilantai?” Tanya ku.
“Aku ingin berjalan, membukakan pintu untuk mu. Aku sudah tau kalo kau sudah ada di depan. Tapi aku tidak bisa. Maafkan aku. Memang aku tidak berguna. Pantas saja aku di benci orang tua ku, aku memang tidak bisa apa-apa.” Jawab Deva merendahkan diri.
          “Maaf kan aku datang terlambat. Kau tidak seburuk itu ko. Deva yang ku kenal sangat periang dan menyenangkan. Aku senang bersama mu. ” Hah Aku punya sesuatu untukmu Deva…”
“Apa?” Tanya Deva penesaran.
                   Lalu aku berlutut di hadapannya dan membuka hadiah yang telah kupersiapkan. Lalu dengan kedua tangan ku , ku pakaikan sepatu yang semalam aku belikan untuknya.
“Sila……………. Buat apa kau lakukan ini semua?. Sepatu ini tidak ada gunanya kalau dipakai dikaki ku”. tanya Deva.
“Nah … sekarang sudah siap.. ayo pegang tangan ku, kau coba berjalan ya..” Jawabku.
“Nggak … ngapain aku lakukan hal yang bodoh seperti itu? Mendingan kau pakai aja sendiri…” Jawab Deva sinis.
“Aku rela beli ini pake duit tabungan ku tao…. Dan katanya kau ingin sekali memakai sepatu… Dah sekarang ikuti kataku…. Ayo sekarang kita keatas kita belajar jalan disana” kata ku.
“(Emang aku anak bayi apa yang harus diajarin berjalan) … seterah kau saja lah..”Jawab Deva pasrah.
                   Setelah berada di atas, “mudah-mudahan kau bisa berjalan lagi. Dan pada saat aku meninggal nanti, aku ingin kau menggendongku sampai detik terakhirku.”
“Ayo… pegang tanganku …”
“Tidak usah, aku bisa sendiri.”( gubrak,,,,,)
“Udah aku bilang apa… jangan sok bisa Deva… ayo pegang tangan ku…. Aku janji ko gak bakal dilepasin .”
“Ya…”
“Jaga keseimbangan …. Dan mulailah gerakan kakimu…”
“siap bos…”Jawab Deva.
                   Setelah beberapa kali Deva terjatuh, tetapi Deva terus berusaha. Pada akhirnya.
“Aku bisa…. Lihat Sila, aku bisa berjalan … kakiku bergerak.”Kata Deva senang.
“Hebat… kau langsung bisa berjalan (walaupun sedikit-dikit )dalam waktu singkat. Tunggu… berdiri lah sebentar dan jangan bergerak.”Kataku.
“Buat apa?”
“Sudah kau diam saja. Dan senyumlah.” Jawabku.
                   Lalu ku keluarkan kamera di saku kiri ku.
“Tahan senyum mu ya Deva. Satu,dua, tiga……”
“Hei Sila … aku belum siap tau…”kata Deva kesal.
“hahahha…. Lihat matamu… kau mengantuk ya? Akan ku cetak foto ini..dan ku jadikan sebagai pengusir tikus,,, pasti ampuh..”kata ku.
“SILA… hapus cepat… aku sudah bisa berjalan sekarang, akan ku kejar kau.”teriak Deva.
“Hei … hati-hati… nanti kau jatuh lagi. Sudah duduk , nanti kau bisa kecapean.”Kata ku.
“Eh Sila.. ”
“apa?”
“Makasih ya…”
“Tak apa .. aku kan temanmu”
“Kau memiliki badan yang sehat. Kau bisa berbuat apa saja yang kau suka. Kau bisa berlari kemana saja yang kau suka. Kau selalu merasa senang dimana saja kau berada. Aku iri padamu. Aku ingin sepertimu. Selalu membuat orang tertawa.”Kata Deva.
                   Dalam fikir ku “Kau salah Deva. Aku tidak seberuntung apa yang kau katakan. Maaf kan aku tidak bilang padamu sejak awal permasalanku. Aku tidak ingin kau kasihan pada ku. Aku tidak ingin kau memikirkan masalah ku, jadi aku tidak bilang padamu.  Maaf kan aku Deva. Biar ku rahasiakan ini sediri.”
*Hari ke tiga bersama Deva
          Tuhan aku ingin hidup lebih lama lagi … aku ingin lebih lama bersama Deva … Dialah semangat hidupku … Dia yang memberiku semangat agar terus tersenyum … apa aku harus minum obat ini? Apa aku harus cuci darah? Tapi buat apa kulakukan itu ? nantinya aku juga akan mati … tapi kalau aku tidak minum obat ini, apakah aku masih bisa melihat Deva ?
Hari ini aku putuskan untuk menemui dokter …

Siang pukul 11 . aku sempatkan menemui dokter tanpa ketahuan Deva.
“Siang dok, bisa minta waktunya sebentar ?”
“Ya… silahkan duduk. Ada apa ?”
“kalau saya meminum obat ini ataupun saya cuci darah, apakah saya akan sebuh ?”
“mmm…. Saya tidak bisa memastikan … tapi selagi kamu berusaha untuk sembuh,  Tuhan pasti akan bantu” jawab dokter”
“oh … begitu ya … makasih ya dok”kata ku .
“semangatlah … Tuhan pasti akan memberi jalan yang tepat bagi hambanya”kata dokter.
                   Sambil tersenyum ku keluar dari ruangan dokter. Lalu aku menuju ruangan Deva. Tapi pada saat ku membuka pintu ruangan Deva, Deva tidak ada. Tapi aku tau pasti dia sedang di atap. Secepat kilat aku menuju atap. Benar kataku. Deva ada disana.
“DOOR ….Kau sedang melamun apa?”kata ku.
“Apa ini? Apa yang kau simpan dariku? Kau anggap aku ini apa?”Tanya Deva sedikit mengeluarkan air mata.
“Aku … Aku … Aku tidak apa-apa. Tidak ada yang ku sembunyikan dari mu.”Jawabku gugup.
“BOHONG !!! Aku dengar semuanya. Jelaskan padaku ! Apa yang kau sembunyikan padaku.” Teriak Deva  sambil menahan air mata.
“Maaf …. Sejak awal aku menyimpan ini dari dulu. Aku takut kalau aku bilang padamu, kau akan menjauhiku. Mungkin kau juga akan merasa kasihan padaku. Dan kau juga memandangku sebagai orang yang lemah. Aku tidak mau itu. Aku ingin menjadi orang yang berguna dimatamu. Maafkan aku Deva.”Jelasku.
“apa ada yang kau sembunyikan lagi? Ceritakan semua yang kau sembunyikan.Aku ini sahabatmu.”Tanya deva.
“Aku anak yatim piatu… ayah dan ibuku meninggal pada saat aku kecil. Saat dimana aku belum pernah merasakan apa itu namanya kasih sayang dari orang tua. Lalu aku diasuh oleh bibiku. Bibiku tidak sebaik yang aku kira. Dia memperlakukan ku seperti hewan. Tidak punya rasa manusiawi. Hingga aku mengalami penyakit ini. Aku merasa kesepian. Aku tidak punya semangat hidup. Tapi saat aku bertemu dengan mu. Aku tidak kesepian lagi. Aku memiliki semangat hidup. Aku terlalu menyayangi mu karena hanya kau yang ku punya. Maaf kan aku Deva” Jawab ku sambil meneteskan butiran-butiran  air mata.
“Medekatlah … akan ku usap air mata mu. Aku akan bersamamu … Aku juga sangat menyayangi mu karena hanya kau yang aku punya.” Jawab Deva.
Terimakasih Deva.
Skip>>>>>>>>>
*Hari terakhir
                   Ini hari terakhirku dan ini juga hari ulang tahunku yang ke 14. Aku ingin sekali kerumah sakit menemui Deva. Tapi aku tidak bisa. Tubuhku seperti diikat rantai. Rasanya Sakit sekali. Tubuhku seperti dicambuk beribu orang, kepalaku seperti ditusuk pedang yang sangat tajam. Aku tidak bisa menggerakan tubuhku. Bahkan aku tidak bisa menggerakan jariku. Ya Tuhan …. Hanya sekali ini saja…. Berikan aku keajaiban …. Aku ingin melihat Deva sekali lagi … Dengan begitu aku akan tenang.
Tapi percuma saja … aku hanya tergeletak lemas diatas kasur. Aku berharap ada seseorang yang mengucapkan selamat ulang tahun pada ku.
Tanpa kusadari, aku tertidur untuk beberapa saat. Aku bermimpi ada seorang perempuan dan laki-laki menunggangi kuda putih yang sangat cantik. Perempuan itu bewajah cantik dan juga cerah. Dan berkata : “Ikut lah dengan ku. Kalau kau ikut dengan ku, Kau tidak akan merasakan sakit lagi”.
Saat ku terbangun dari tidurku, kulihat seorang berpakaian rapih ada didepanku. Ternyata itu Deva.
Terimakasih Tuhan kau telah mengabulkan permintaan ku.
“Selamat ulang tahun Sila ku.”kata Deva sambil membawa kue ulang tahun yang besar.
“Liat ini Sila. apa kau senang ? Aku sudah siap kan kue yang besar, balon dan hiasan yang lain .. Apa kau bisa melihatnya ?”Lanjut Deva.
“makasih Deva ….”jawabku pelan.
“Lihat ini… aku juga punya hadiah untukmu….”Kata Deva.
“Apa ini?”
“buka saja …”
“sepatu?”Tanya ku.
“Aku pasangkan ya ….”kata Deva.
“Lucu kan … Kau dan aku memakai sepatu yang sama …. ” Kata Deva sedikit senyum.
“Ya …. Kau dan aku memakai sepatu yang sama tetapi kita sama-sama tidak menggunakan sepatu ini. Kau hanya duduk di kursi roda dengan memakai sepatu dan aku hanya terbaring di atas kasur dengan memakai sepatu. Apa kita sekumpulan orang yang tidak berguna?”. Tanya ku.
“Apa kau masih bisa berjalan?”Tanya Deva.
“Aku tidak tau. Tapi sepertinya aku masih bisa berjalan.”jawabku.
“Pegang tangan ku … Kita akan bersama-sama berjalan keluar. Akan ku tunjukan Sesuatu padamu.”kata Deva.
                   Dengan perlahan ku angkat tubuhku. Ku usahakan berjalan. Akan ku lakukan yang ku bisa untuk hari terakhir ku ini. Ketika sampai diluar rumah.
“Duduklah … sebentar lagi juga tau kejutannya. Kau hitung ya …. 1….2…3…”kata Deva.
DOOR….DOOR…. DOOR…
“Wah … Deva ..kembang api ya … Ini pertama kali aku melihat kembang api .. Makasih banyak Deva.”Kata ku.
“Kau suka ?”Tanya Deva.
“Ya.. Tapi…”jawabku.
“kenapa? Kau tidak suka?”Tanya Deva..
“Bukan begitu. Tapi semahal, sebagus apapun hadiah itu, kau lah hadiah yang paling aku suka. Makasih Deva … Kau telah menjadi teman ku …. Aku bahagia bersamamu … Aku tidak akan pernah melupakan mu … meskipun hanya sebentar ku hidup, tapi menghabiskan waktu bersamamu merasa hidupku lebih lama. Sekarang kau tidak perlu menghawatirkan ku lagi… karena aku akan merasa tenang disana nanti … aku akan meminta kepada Tuhan agar kau mendapat pengganti yang lebih baik dari pada aku ..”Jawabku sambil tersenyum.
“Tidak !!! apa yang kau katakan … kau akan bersama ku selamanya … ya kan? Kau sudah janji padaku … Dan aku tidak mau orang lain menggantikanmu … kau yang terbaik… jangan katakan itu !!”Kata Deva panik.
“Aku akan bersamamu selamanya… aku akan selalu hidup dihatimu Deva… Janji padaku ya kalau kau akan sembuh… Dan jangan pernah kau lupakan aku ya … Selamat tinggal Deva .”Kata ku sambil menutupkan kedua mataku. Aku yakin ini saatnya..Ayah, Ibu .. kita akan segera bertemu …
“Jangan .. Jangan katakan itu Sila … Ayo buka kedua matamu … Lihat kembang apinya belum selesai … oh iya, kita juga belum memotong kuenya … jangan pergi dulu Sila …. Aku masih ingin bersamamu ….  ” Kata Deva sambil mengeluarkan air mata.
Skip>>>>>>>>  1 tahun kemudian .
Deva : “Sila aku datang membawakan mu setangkai bunga tulip yang sering kau bawakan untukku saat aku dirumah sakit. Sekarang aku sudah sembuh Sila. Kau tau nanti kalau aku sudah besar, aku akan membangun toko sepatu yang besar. Aku akan beri nama toko itu “Toko Sepatu Sila Dan Deva” apa kau suka Sila? Aku yakin kau suka. Besok aku akan kesini lagi. Aku pergi dulu sila. Semoga kau tenang disana Sila. Aku tidak akan pernah melupakan mu Sila. Andai aku bisa menghentikan waktu … akan ku hentikan waktu saat kau tersenyum dan tertawa. Aku sayang kau Sila.

TAMAT