haha .. about me !

haha .. about me !
gue Dinda :)

Senin, 29 November 2010

Cerpen-Pesan Terakhir Rio untuk Ify


Mario Stevano Aditya Haling, kakak kelasku, dia adalah cowok pertama yang udah bikin aku ngerasain rasanya jatuh cinta. Tapi sayang aku hanya bisa mengaguminya dari jauh, bayangkan saja aku hanyalah gadis yang kurang menonjol, tidak cantik, tidak menarik. Sedangkan Kak Rio, ia adalah sosok idaman semua gadis, ia ganteng juga menarik. Aku tak pantas bersanding dengannya, yang pantas hanyalah gadis seperti Kak Ify. Ia cantik, hatinya pun juga cantik, selain itu dia juga jago main piano, melihat Kak Ify aku jadi semakin minder.

Setiap hari aku senang banget menonton dari pinggir lapangan saat Kak Rio, Kak Alvin, Kak Gabriel, dan Kak Cakka bermain basket di lapangan, Kak Rio terlihat sangat berkilauan. Aku selalu berharap kalo aku bisa terus melihatnya bermain, tapi ternyata kenyataan berbeda…

Hari ini hujan turun, mau tak mau aku harus memakai payung, jarak rumahku dengan sekolah tak terlalu jauh, sehingga aku hanya berjalan kaki saja untuk ke sekolah. Sesampainya di sekolah, aku langsung di kagetkan dengan datangnya Acha, teman sebangkuku.

“Ke, kabar buruk!” seru Acha.

“Kabar buruk apaan? PR belum dikerjain?” Tanyaku, biasanya kalo Acha sudah bilang ada kabar buruk pasti kabar buruknya adalah PR belum dikerjain.

“Bukan, lebih buruk daripada PR yang belom dikerjain, Ke!”

“Apaan?”

“Lo pasti gak bakalan percaya, ikut gue!!” Acha langsung menarik tanganku dan membawaku ke koridor kelas.

Aku melihat semua orang berkumpul di depan MADING sekolah, apa yang mereka baca? Headline news? Gosip terbaru tentang guru di sekolah? Aku tak tahu, tapi aku memasang wajah heran karena beberapa anak ada yang…menangis?? Apa yang membuatnya menangis? Apakah saking bagusnya mading sekolah mereka sampai terharu.

“Kasian Rio…”

“Ify gimana yaa?”

Samar-samar aku mendengar nama “Rio” dan “Ify” disebut-sebut. Aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan, apa yang ada di mading sekolah ada sangkut pautnya dengan Kak Rio dan Kak Ify?? Aku mencoba masuk kedalam kerumunan murid-murid. Dengan susah payah, akhirnya aku berhasil masuk dan berada di depan mading, saat aku baca kalimat pertamanya, tubuhku kaku, tidak bisa bergerak, lidahku kelu, tidak bisa bicara, organ-organ di tubuhku seakan-akan tidak berfungsi lagi karena membaca artikel yang ditempel di mading.

“Satu orang tewas, dan satu orang kritis, akibat dihantam sebuah truk”

Begitu membaca isinya, air mataku hampir saja membasahi wajahku, aku tak menyangka ini semua terjadi.

Mario Stevano Aditya Haling (17) di temukan tewas di dalam sebuah mobil Honda Jazz biru bernomor B 2311 PR, diduga kecelakaan tersebut terjadi akibat menghantam truk besar, supir tersebut mengatakan bahwa saat itu ia mengantuk dan tak menyangka bahwa truknya sudah keluar jalur dan akhirnya menghantam mobil yang dikendarai murid kelas XI yang bersekolah di SMA Taruna Bakti tersebut, seorang lagi yaitu Alyssa Saufika Umari (17) sedang mengalami masa kritis di RS Harapan Kita. Saat ini supir truk tersebut masih dalam proses pemeriksaan.

Aku langsung keluar dari kerumunan siswa-siswi itu dan berlari menuju tangga perpustakaan, aku menangis sekencang-kencangnya disitu, kenapa harus Kak Rio yang mengalami kecelakaan naas seperti itu? Ya, aku tahu itu takdir, takdir tak bisa diubah lagi, mau tak mau aku harus menerimanya. Tapi saat ini aku merasa kasihan pada Kak Ify. Kak Ify masih kritis di rumah sakit, aku harus menjenguknya, dia adalah seniorku di klub musik.

“Ke? Lo nangis ya?”

Acha sudah berdiri di depanku, aku langsung menghapus air mataku, Acha duduk di sebelahku.

“Pasti lo sedih banget ya?” tanya Acha.

“Iya, Cha. Aku gak nyangka Kak Rio bisa pergi secepat itu,” gumamku.

“Sabar ya, Ke…semua rencana Tuhan,” kata Acha. Aku tersenyum dan berusaha untuk tegar.

“Makasih, Cha. O,iya kamu tahu kapan Kak Rio dimakamin?”

“Katanya sih sekarang udah di makamin, gue dikasih tau kakak gue, Kak Alvin,”

Kalo kupikir-pikir harusnya Acha mengatakan itu pada Kak Ify, bukan aku. Kak Ify lebih sedih, karena dia adalah pacar Kak Rio, Kak Ify lebih merasa kehilangan daripada aku, lagipula aku bukan siapa-siapa Kak Rio.

“Cha, nanti kamu mau anterin aku ke Rumah Sakit gak? Aku mau jenguk Kak Ify,” aku mengajak Acha supaya aku tidak pergi sendirian, rasanya garing aja kalo sendiri.

“Hm, boleh deh!”

***

Rumah Sakit Harapan Kita

Aku dan Acha sudah sampai di depan pintu masuk, tak lupa aku membawa buah-buahan untuk Kak Ify. Aku bertanya pada seorang resepsionis dimana kamar Kak Ify, katanya Kak Ify ada di ruang Melati lantai tiga kamar nomor 301, aku dan Acha langsung pergi kesana. Aku melihat ada Kak Sivia, sahabat Kak Ify, juga ada Kak Alvin, Kak Gabriel dan Kak Cakka sedang berada di depan kamar Kak Ify. Aku melihat Kak Sivia menangis sesenggukan, mungkin sedih melihat keadaan sahabat baiknya. Tiba-tiba Kak Sivia melihat kearah kami.

“Keke? Acha?” Semuanya ikut menoleh. Kak Sivia menghampiriku.

“Mau jenguk Ify ya?” Tanya Kak Sivia. Aku mengangguk.

“Ify belum sadar, Ke…” gumam Kak Sivia.

Aku menghela napas panjang, kasihan Kak Ify, Kak Ify belum tahu kalo Kak Rio udah meninggal. Pasti Kak Ify bakal shock banget.

“Gimana caranya kita kasih tahu Ify, Vi?” Tanya Kak Alvin.

“Aku gak tahu, Vin. Aku gak tega sama Ify, Ify sayang banget sama Rio,” gumam Kak Sivia.

“Iya, gue tahu, tapi kalo kita sembunyiin terus, Ify malah tambah shock!” kata Kak Alvin.

“Tenang, Vin. Sabar, kita pikirin jalan keluarnya,” Kak Gabriel menenangkan Kak Alvin yang mulai emosi, terang aja Kak Alvin emosi, dia gak mau bikin sahabat kecilnya itu tambah shock. Kak Alvin sama Kak Ify emang sahabatan sejak kecil, aku tahu dari Acha.

“Eung, menurut aku, lebih baik kasih tau Kak Ify secepatnya, daripada ditunda-tunda,” aku memberikan saran kepada mereka.

“Bener yang dibilang Keke,” kata Gabriel.

“Mendingan kita masuk aja yuk,” Kak Sivia mengajak kami semua untuk masuk ke kamar rawat Kak Ify.

Kak Ify masih terbaring lemah di tempat tidurnya dengan selang oksigen yang ada di hidungnya. Kami semua menunggu Kak Ify siuman, orangtua Kak Ify harus kerja dan tak bisa ditinggalkan. Samar-samar aku mendengar Kak Ify menggumam sesuatu.

“Ri…oo…”

“Rio…”

Kak Ify memanggil-manggil Kak Rio, sayangnya Kak Rio gak ada disini dan gak akan pernah kesini. Aku hanya menghela napas.

“Ify…” panggil Kak Sivia.

Tiba-tiba mata Kak Ify mulai terbuka, semua yang melihatnya ikut senang, termasuk aku.

“Ify!”

“Eng, aku dimana?” Gumam Kak Ify dengan suaranya yang lemah.

“Kamu dirumah sakit, Fy,” jawab Kak Cakka.

“Eum, Rio mana? Aku mau ketemu Rio,” kata Kak Ify. Semua saling tatap, tak bisa menjawab satu sama lain. Aku hanya memandang Kak Ify dengan perasaan iba.

“Rio mana??”

“Rio…Rio…udah meninggal, Fy,” jawab Kak Sivia lirih, aku tahu Kak Sivia memaksakan diri untuk memberitahukan tentang Kak Rio.

“Bohong!”

“Kita gak bohong, Fy!” Seru Kak Alvin.

“Kemarin aku sama Rio masih jalan-jalan bareng! Rio megang tangan aku di mobil, aku masih bisa rasain tangan Rio!!” seru Kak Ify, air mata Kak Ify sudah mulai keluar, Kak Ify tak percaya Kak Rio sudah tak ada, begitupun aku.

“Fy, udah ya…kamu harus sabar!” kata Kak Sivia.

Kak Ify menangis terus-menerus, kami semua hanya memandang Kak Ify dengan penuh kasihan, cowok yang Kak Ify sayang, tiba-tiba harus pergi meninggalkan Kak Ify, aku tahu rasanya, aku emang sakit banget begitu tahu Kak Rio meninggal, tapi rasa sakit Kak Ify lebih sakit lagi daripada aku.

“Huwaaa!! Rioo!!”

Sejak diberitahu tentang Kak Rio, Kak Ify tak pernah senyum, selalu melamun, aku sering mengantar Kak Sivia untuk menjenguk Kak Ify. Aku merasa iba melihat Kak Ify yang terus-terusan sedih seperti itu.

“Fy, ayo makaan…” gumam Kak Sivia, Kak Sivia menyodorkan sesendok bubur ke Kak Ify tapi Kak Ify tak mau membuka mulutnya. Kak Sivia hanya menghela napas.

“Aku sama Keke pulang dulu, ya…” Aku dan Kak Sivia berjalan keluar kamar.

“Kak Via, aku kasian sama Kak Ify,” kataku.

“Ya, aku juga…besok kamu mau ikut lagi?”

Aku mengangguk.

“Yaudah pulang yuk,”

***

Jam pelajaran terakhir di Hari Rabu adalah jam terakhir yang paling aku benci, I’ts time to study physics, Oh My God!! Gurunya kayak gitu, pelajarannya kayak gitu! Oh, Pak Presiden bisa gak pelajaran fisika dihapuskan? Aku sudah tidak bisa diam di tempat dudukku, sedangkan Acha, Acha masih anteng merhatiin pelajaran fisika, dasar anak pinter. Pelajaran apa aja di babat abis.

“Cha…” aku manggil Acha.

“Apaan sih? Diem, gue lagi merhatiin pelajaran!”

Tuh, kan, begitu tuh kelakuan anak pinter kalo lagi ada pelajaran, ngeganggu dia sama aja nyari mati. Oke aku terlalu lebay, lupakan. Tempat dudukku berada dipinggir disamping jendela, biasanya kalo lagi istirahat aku selalu memperhatikan Kak Rio dari jendela yang ada disampingku ini, bermain basket dengan lincah. Tapi…sekarang aku sudah tak bisa melihatnya lagi, sekarang tidak ada Kak Rio lagi yang bermain basket setiap jam istirahat dan pulang sekolah. Aku menghela napas panjang, jika aku mengingat masa-masa dimana aku selalu melihatnya, membuatku semakin sedih. Dan saat ini, entah kenapa pandanganku tertuju pada jendela melihat kearah lapangan. Ke, buat apa kamu terus melihat kearah lapangan, Kak Rio sudah tidak ada. Dibenakku terpikir seperti itu, tapi tiba-tiba aku melihat seseorang yang familiar berdiri di tengah lapangan dengan wajah penuh kehampaan. Aku tak percaya dengan apa yang kulihat, aku mengucek-ucek mataku, dan dia sudah tidak ada. Pasti aku sedang berkhayal, aku berpikir Kak Rio ada ditengah lapangan, itu tidak mungkin. Kak Rio udah gak ada. Aku menepuk kedua pipiku dua kali dan berkonsentrasi memperhatikan pelajaran keramat itu.

***

“Kak Sivia! Aku pulang duluan ya!” aku pamit ke Kak Sivia, kebetulan Kak Sivia juga ikut klub musik, jadi aku sudah mengenal Kak Sivia dan Kak Ify sejak lama.

“Hati-hati ya, Ke!”

Aku berjalan melewati sebuah lorong kelas yang sepi, pantas saja sepi, hari mulai malam, mendekati jam 6 sore. Suasana sekolah semakin seram saja, kok Kak Sivia berani ya? Yaah, biarkan saja. Saat aku melewati lapangan, aku mendengar suara bola basket yang didribble, ha? Siapa yang main basket jam 6 gini? Setahuku, anak basket udah selesai latihan sejak jam 5. Aku berjalan mendekati lapangan, aku melihat sesosok laki-laki sedang memasukkan mendribble bola basket. Kudekati perlahan-lahan, dan begitu melihatnya rasanya aku ingin pingsan, bener-bener tak percaya.

“K…Kak…Ri…Rio??” Gumamku dengan terbata-bata.

Sosok laki-laki yang kulihat seperti “Kak Rio” itu menoleh padaku, dia menatapku juga dengan wajah tidak percaya.

“Lo bisa liat gue?”

“Gawat, pasti aku mimpi!!” Aku mencubit pipiku dengan keras. Aww…sakit, yang aku lihat bener-bener arwahnya Kak Rio.

“Kak Rio? Beneran Kak Rio?”

“Iya, gue Rio,” katanya.

Rasanya aku ingin menangis saja, aku bisa melihatnya dari dekat meskipun yang aku lihat itu adalah arwahnya.

“Kenapa Kak Rio bisa disini?” aku bertanya-tanya, setahuku harusnya orang sudah meninggal udah pergi ke alam baka kan? Tapi kenapa Kak Rio nggak? Makin bingung aku.

“Gue juga gak tau, harusnya gue udah masuk alam baka, tapi entah kenapa kayaknya ada yang ngeganjel di pikiran gue, jadi gue belom bisa pergi dengan tenang,” gumam Kak Rio.

“Apa karena Kak Ify??”

“Mungkin, harusnya dua hari lagi itu adalah ulangtahunnya Ify, tapi kenapa gue malah meninggal duluan sebelum Ify ulang tahun, gue gak bisa bikin Ify bahagia!” keluh Kak Rio.

Aku sudah menduganya, yang mengganjel di pikirannya hanyalah Kak Ify, Kak Rio masih belum rela meninggalkan Kak Ify.

“Gue mau nanya sama lo, kok lo bisa ngeliat gue? Lo punya indera keenam?” Tanya Kak Rio.

Aku diem, iya juga ya, kok aku bisa liat Kak Rio, aku kan gak bakat supranatural seperti itu, terus kenapa aku tidak takut melihat arwah Kak Rio ya? Mungkin karena aku suka padanya…

“Aku gak punya, tapi aku bingung kenapa aku bisa liat Kakak,”

“Hm…o iya nama lo siapa?” Tanya Kak Rio.

“Aku Keke,”

“Ooh, Ke, mau bantuin gue gak?”

“He? Bantu apaan?”

“Gue mau lo bantu gue supaya gue bisa berkomunikasi sama Ify, kalo gue bisa berkomunikasi sama Ify siapa tahu gue bisa pergi dengan tenang, plis mau kan?” Kak Rio memohon-mohon padaku. Aku bingung mau bantu ato nggak.

“Ng…yaudah deh aku bantu,”

“Thanks Ke!!”

“Aku pulang dulu ya, eh Kakak tidur dimana? Tinggal di sekolah?” Tanyaku.

“Ih, ogah!! Gue takut sama hantu!”

“Gak nyadar kalo Kakak juga hantu??”

“Ehehe…iya juga sih, tapi tetep aja gue takut, gue ikut lo aja ya!”

“Heuh yaudah deh!”


***

Aku masih berada di alam mimpiku, memimpikan Kak Rio, apa segitu besarnya perasaanku pada Kak Rio sehingga Kak Rio bisa masuk kedalam mimpiku? Dunno…tiba-tiba semua khayalanku hilang, dan menjadi gelap.

“Kekee!! Banguuun!!”

Aku langsung terbangun mendengar suara yang kurang familiar membangunkanku dengan teriakkan.

“KYAAA!!!” Aku teriak dan bersembunyi dibalik selimut.

“Kenapa lo? Takut ya sama gue?” Tanya Kak Rio.

Ternyata yang membangunkanku adalah Kak Rio, tepatnya arwah Kak Rio. Dia tinggal dirumahku karena katanya dia takut sama hantu (??). Hei, dia itu juga hantu. Jujur aku takut sama hantu, tapi kenapa aku malah tidak takut melihat Kak Rio yang kenyataannya sudah meninggal, pengaruh dari perasaan gue mungkin.

“Kak Rio, ngapain di kamar akuu??”

“Lho? Ini udah jam 6 lewat 15 cantiik,” kata Kak Rio.

Aku melihat ke jam weker ku, mataku langsung melotot, aku langsung kabur ke kamar mandi dan menutup pintu kamar mandi, tapi kemudian aku membuka pintunya lagi dan menyipitkan mata pada Kak Rio.

“Kenapa?”

“Jangan ngintip aku!” aku mengancam Kak Rio. Bisa saja kan dia mengintipku mandi? Udah jadi hantu bisa nimbus kemana-mana, bisa saja mencari kesempatan.

“Yeee…siapa juga yang mau ngintipin!” keluh Kak Rio.

Aku menutup pintu kamar mandi, diam-diam aku senyum sendiri, baru kali ini aku bisa mengobrol dengan Kak Rio, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan selama ini. Setelah itu aku bersiap-siap ke sekolah.

***

Aku dan (arwah) Kak Rio, pergi ke Rumah Sakit untuk melihat keadaan Kak Ify, tak lupa aku membawa sebuket bunga mawar merah, siapa tahu Kak Ify baikkan begitu melihat bungan yang kubawa ini.

“Kak Rio, siap lihat keadaan Kak Ify sekarang?”

“Hm…siap,”

Aku dan (arwah) Kak Rio masuk kedalam kamar rawat Kak Ify. Aku melihat Kak Ify sedang duduk termenung di samping jendela kamar, sambil menatap langit. Wajahnya masih memancarkan rasa kesedihan, tampangnya pun sedikit berantakan.

“Ify…maaf,” gumam Kak Rio.

Aku mendekati Kak Ify secara perlahan sedangkan Kak Rio, dia berada di depan pintu tak tega melihat Kak Ify, yang mungkin bisa dibilang sedikit depresi.

“Kak Ify??” aku memanggilnya. Kak Ify menoleh kebelakang.

“Ng…Keke…”

“Kak Ify gak papa?”

“Aku gak papa, kok, aku lagi kepikiran Rio,” gumamnya. Matanya mulai berair tak sanggup menahan kesedihannya.

“Aku kangen Rio, Ke!”

Aku memeluk Kak Ify, Kak Ify terlihat lemah sekali, yang aku tahu Kak Ify adalah gadis yang bersikap dewasa dan tak mau memperlihatkan kelemahannya, dan sekarang aku melihat kelemahannya, Kak Ify menangis karena Kak Rio.

“Kak Ify jangan nangis lagi ya…” aku menenangkan Kak Ify. Aku melihat Kak Rio mendekati kami secara perlahan, ia mencoba untuk menyentuh pipi Kak Ify, tapi tak bisa, ia merasa sangat kecewa.

“Kak Ify, udah ya…Kak Ify jangan nangis, Kak Rio gak mau kan ngeliat Kak Ify sedih kayak gini, besok kan Kak Ify ulangtahun,”

Kak Ify menghapus air matanya, dan mencoba tersenyum, tapi yang kulihat hanyalah senyum paksaan.

“Ini mawar merah untuk Kakak!” aku menyodorkan sebuket bunga mawar untuk Kak Ify, Kak Ify menerimanya dengan senang hati.

“Makasih, Ke.”

“Besok Kakak ulang tahun, aku ingin ajak Kakak ke suatu tempat, Kakak mau kan? Anggap aja kejutan dari aku,”

“Aku mau kok, besok kan sekalian aku pulang dari sini,”

“Aku pulang dulu ya,”

Aku dan Kak Rio pulang meninggalkan Kak Ify.

***

Malam ini aku dan Kak Rio duduk di beranda kamarku, sambil memandang indahnya langit di malam hari.

“Ke, jujur gue sedih banget ngeliat keadaan Ify kayak gitu, gue gak sanggup ninggalin dia,” gumam Kak Rio.

“Tapi mau gimana lagi, Kak…Kakak sama Kak Ify itu udah beda dunia, udah takdir Kakak kayak gini, besok waktunya Kakak untuk memberi selamat pada Kak Ify, dan setelah itu, Kakak…pergi dengan tenang,” jujur lidahku terasa berat begitu mengatakan ‘pergi dengan tenang’. Aku gak mau Kak Rio pergi, seandainya waktu bisa berhenti, aku bisa bersama Kak Rio hari ini lebih lama. Tiba-tiba air mataku jatuh begitu saja.

“Lo kenapa?” Tanya Kak Rio.

“Aku gak mau Kak Rio pergi…” gumamku dengan nada lirih. Kak Rio terus menatapku.

“Aku suka Kak Rio sejak aku ngeliat Kak Rio main basket di lapangan, aku senang melihat sosok Kakak yang menawan saat di lapangan, jujur aku sedikit cemburu pas aku tahu Kak Rio pacaran dengan Kak Ify seniorku sendiri, tapi mau gak mau aku harus mengalah, kan? Kakak tahu, aku shock banget baca berita bahwa Kakak meninggal, aku belum sempet nyatain perasaan aku ke Kakak, dan begitu aku tahu aku bisa ketemu Kakak lagi meskipun dalam dunia berbeda, aku ingin nyatain perasaanku, supaya aku tak menyesal di kemudian hari,” tuturku. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku bener-bener gak rela Kak Rio pergi. Aku bisa bersamanya hanya dua hari.

Kak Rio mencoba untuk menyentuh rambutku, tapi tak bisa, dia hanya menatapku.

“Maafin gue, Ke. Gue emang sayang sama lo, tapi hanya sebagai adik sendiri, perasaan gue yang sesungguhnya hanya untuk Ify, maafin gue,” kata Kak Rio.

Aku mengusap air mataku dan mencoba tersenyum, seperti yang Kak Ify lakukan.

“Gak papa kok, aku udah rela, besok Kakak harus berjuang, aku cuma bisa bantu itu aja, mudah-mudahan Kak Ify bisa liat Kakak!” aku menyemangati Kak Rio. Kak Rio tersenyum padaku, senyuman yang aku rindukan.

“Thanks Ke,”

***

“Ke, kamu mau bawa aku kemana?” Tanya Kak Ify. Aku hanya garuk-garuk kepala.

“Pokoknya ke tempat yang paling istimewa bagi Kakak, tempat yang paling Kakak rindu banget,”

Supirku berhenti di suatu tempat, aku dan Kak Ify keluar dari mobil, kulihat Kak Ify terkejut bukan main. Ya, aku membawanya ke tempat kenangan Kak Rio dan Kak Ify, sebuah taman kecil yang sangat cantik. Itu adalah tempat dimana Kak Rio menyatakan perasaannya pada Kak Ify.

-Flashback-

“Rio berenti disini aja!!” kata Ify.

Rio menghentikan motornya di depan taman kecil yang cantik, Ify dan Rio duduk di bangku taman.

“Yo, pemandangannya asik banget ya!”

“Iya, lo bener! Kita bisa liat matahari terbenam!” kata Rio.

Ify tersenyum, Rio terpana melihat senyuman manis Ify. Ify melihat Rio yang terus menatapnya tanpa berkedip, pipinya langsung merah merona.

“Rio, kamu kenapa liatin aku terus??”

“Kamu cantik, Fy…”

“Makasih..”

Tiba-tiba Rio mengenggam tangan Ify dengan lembut, jantung Ify berdetak kencang.

“Fy, aku sayang banget sama kamu, kamu mau jadi pacar aku?” Tanya Rio.

Ify mengangguk dan tersenyum, senyuman Riopun ikut merekah. Rio langsung memeluk Ify dengan lembut dan mengusap-usap rambut ikalnya.


-flashback end-


Kak Ify menghampiri bangku taman tempat Kak Rio menyatakan cintanya pada Kak Ify, aku melihat Kak Ify duduk disitu dan menatap kearah langit. Aku duduk disampingnya.

“Ini bangku kenangan aku dengan Rio,” gumam Kak Ify dengan suara parau.

“Ng maaf ya, Ke. Aku nangis lagi, aku masih sedih kalo inget Rio,” Kak Ify menghapus air matanya.

“Kak Ify, aku boleh minta Kakak buat pejamin mata?” tanyaku. Pertanyaan paling bodoh yang pernah aku lontarkan.

“Ng? Buat apa?”

“Aku ingin nunjukkin sesuatu,”

“Baiklah,” Kak Ify sudah memejamkan matanya. Aku menghela napas panjang, mudah-mudahan caraku berhasil.

“Aku ingin Kakak terus menyebut nama Kak Rio dengan suara kecil,”

“Tapi buat apa, Ke?”

“Nanti Kakak juga tahu, jangan lupa Kakak juga harus membayangkan wajah Kak Rio,”

“Rio…Rio…Rio…”

Kak Ify mulai menyebutkan nama Kak Rio, aku pergi menuju pohon besar yang ada di depan bangku taman.

“Kak Rio, semoga berhasil!” aku menyunggingkan senyuman.

“Thanks!”

***

“Rio…Rio…Rio…”

Rio sudah duduk di depan Ify yang sedang menyebut namanya terus menerus.

“Fy…”

Ify terdiam begitu mendengar suara yang familiar, tapi kemudian Ify melanjutkannya lagi.

“Fy…aku disini, buka mata kamu aku ada di depan kamu…”

Ify membuka matanya secara perlahan, dan melihat sesosok laki-laki yang sangat ia rindukan dan sangat ia sayang, air mata mulai membasahi wajahnya, Ify melihat Rio berada di depannya dengan senyum menawannya.

“Rio…kok, kamu disini..bukannya kamu…kamu…udah…”

“Mati, kan? Aku memang udah mati, tapi entah kenapa ada yang ngeganjel di pikiran aku makanya aku gak bisa pergi dengan tenang, dan ternyata itu adalah kamu, kamu yang bikin aku gak rela ninggalin dunia ini, Fy…” gumam Rio.

Ify menangis.

“Rio, aku juga gak mau kamu pergi ninggalin aku,” gumam Ify.

“Aku tahu tapi ini udah jalannya, ini semua kehendak Tuhan, ternyata aku harus dipanggil secepat ini, maaf ya, aku gak bisa jagain kamu lagi,” kata Rio.

“Rio…”

“Happy birthday ya, Fy...selain alasan tadi mungkin aku belum bisa pergi dengan tenang karena aku belum ngerayain ultah kamu,” Rio tersenyum.

“Ini hadiah buat kamu, hadiah ini udah aku siapin saat aku sama kamu jalan-jalan yang terakhir itu, aku sengaja ninggalin kamu soalnya aku mau beli hadiah ini,”

Ify membuka kotak kecil berpita biru itu, sebuah liontin bentuk hati ada didalamnya, di liontin tersebut terukir nama mereka berdua, RIO-IFY.

“Pesanku yang terakhir buat kamu, kamu harus pakai liontin itu, supaya kamu bisa terus inget aku, kamu jangan nangis lagi, aku gak mau liat kamu nangis, kamu labih cantik kalo tersenyum, I like your smile,”

Ify pun tersenyum.

“Iya, makasih ya, Yo, aku akan selalu inget kamu,”

“Yap, udah saatnya gue pergi, dengan ini gue bisa pergi dengan tenang,” kata Rio.

Rio menngecup kening Ify. Mungkin bagi Rio itu hal yang sia-sia, tapi ternyata Ify bisa merasakan kecupan lembut Rio di keningnya.

“Makasih buat selama ini, aku sayang sama kamu, Fy…”

Sosok Rio yang ada di depannya sedikit demi sedikit menghilang.

“Aku juga sayang sama kamu, Yo…”


***

Aku mengintip dari balik pohon, aku melihat ketulusan cinta mereka, baru kali ini aku melihat sebuah cinta sejati ada di hadapanku, cinta sejati Kak Ify dan Kak Rio, cinta yang terpisahkan oleh ruang dan waktu, cinta yang terpisahkan oleh dua dunia yang berbeda, tapi cinta mereka tetaplah nyata. Ingin sekali aku mempunyai cinta sejati seperti itu. Rasanya aku ingin menangis melihat mereka.

“Keke…”

Aku menoleh kebelakang, Kak Rio berada di belakangku.

“Makasih ya buat dua hari ini, gara-gara lo gue bisa bicara sama Ify untuk terakhir kalinya setidaknya beban pikiran gue udah hilang dan gue bisa pergi dengan tenang,” gumam Kak Rio. Aku hanya tersenyum.

“Ke, gue harap lo bisa menemukan cinta sejati lo, gue selalu merhatiin lo sama Ify dari atas, gue pergi dulu ya…”

“Makasih atas doanya, Kak, aku selalu ngedoain Kakak, aku sayang Kak Rio…”

“Gue juga sayang lo, Ke…”

Sosok Kak Rio menghilang dari hadapanku, ya…aku sudah tak bisa melihat Kak Rio lagi, tapi Kak Rio selalu ada di dalam hatiku dan kujadikan sebagai kenangan yang paling berkesan. Aku bersyukur bisa menyukai Kak Rio walaupun aku harus merasakan sakit hati. Aku tak pernah menyesalinya. Tak akan pernah menyesalinya…

***

thanks yang udah mau nyempetin baca :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar